Theologia Pantekosta
ADAKAH SUATU TEOLOGIA PENTAKOSTA?
oleh : Pdt. DR. M.D. Wakkary
I.PENDAHULUAN
Merupakan kehormatan bagi saya diundang memberikan kontribusi dalam Jurnal Teologi Pentakosta, walaupun saya tidak berpretensi memiliki kapasitas teolog dalam konteks ilmuwan.
Keberanian saya memenuhi undangan ini karena sebagai hamba Tuhan, seorang gembala sidang jemaat, sebagai pengajar Alkitab, saya adalah seorang praktisi teologi Alkitabiah. Teologi saya adalah teologi aplikatif, teologi terapan.
Belajar Alkitab adalah way of lifedan menjadi prioritas pelayanan saya.
Seperti dikatakan Pastor W.H. Offiler, dalam bukunya “God and His Bible of the Harmonies of Divine Revelation” yang menjadi acuan utama doktrin Pentakosta di GPdI dan gereja-gereja Pentakosta lainnya di Indonesia :
The study of the Bible, as the word of God, is fascinating in the highest degree, and I have tried to put first, because they have filled the first place in my own mind, and heart. It has been a joyous and inspiring experience through out the years.”
Sebagai seorang pendeta Pentakosta, saya sering ditanya apakah teologi gereja-gereja Pentakosta itu berbeda dari telogi-teologi lainnya? Pada dasarnya teologi Pentakosta itu tidaklah berbeda dari teologi Kristiani pada umumnya. Di kalangan gereja-gereja Pentakosta belajar teologi Alkitabiah yang benar adalah pertama sekali sebagai satu keyakinan, baru kemudian sebagai suatu disiplin dan sistem. Kita memahami teologi secara integratif, komprehensif, praktis dan dinamis.
Teologi gereja-gereja Pentakosta dipelajari, dimengerti dan diaplikasikan, sehingga teologi yang dipelajari harus dibuktikan dalam penerapan di pelayanan.
Karena itu, kita perlu mengandalkan Roh Kudus, sang Inspirator Agung, yang mengarahkan kita berteologi yang benar dan menjadi berkat bagi banyak orang.
Tulisan ini merupakan sharing atau berbagi pengalaman tentang prinsip belajar teologi di kalangan umat Kristen Pentakosta dan Kharismatik.
II.PERSEPSI TEOLOGI YANG LUAS
Teologi atau theologia berasal dari theosdan logosyang bermakna “Allah” dan “kata” atau perkataan. Pengertian singkat teologi sudah terungkap dari etimologinya : “firman Allah” atau “pembicaraan tentang Allah”. Juga disebut “studi Allah” dan “ilmu pengetahuan Allah”. Jadi, teologi adalah hal-hal yang berhubungan dengan KeTuhanan.
Namun, dalam perkembangannya teologi memiliki beraneka ragam defenisi, apalagi kata logos telah berkembang artinya sebagai ilmu atau pernyataan rasional, sedangkan theos pun sudah bermakna iman Ketuhanan. Sehingga berbicara tentang teologi, para teolog berhasil meluaskan jangkauan pengertiannya, walaupun tetap ada keterbatasan atau kekhususannya. Untuk bandingan saya angkat beberapa kutipan tentang keragaman defenisi teologi dari beberapa penulis buku tentang teologi.
Millerd Erickson dalam bukunya “Christian Theology”setebal 1300 halaman membuat summarytentang apa itu teologi hanya dalam satu alinea :
“Theology in a Christian context is a discipline of study that seeks to understand the God revealed in the Bible and to provide a Christian understanding or reality. It seeks to understand God’s creation, particularly human beings and their condition, and God’s redemptive work in relation to humankind. Biblical, historical, and philosophical theology provide insights and understandings that help lead toward a coherent whole. Theology has practical value in providing guidance for the Christian life and ministry.”
Kevin Conner dalam bukunya “The Foundations of Christian Doctrine”memberi defenisi lebih singkat lagi :
“Theology means the study of God, of religions doctrines and of matters pertaining to Divinity.”
J. Rodman Williamsdalam “Renewal Theology”mengusulkan defenisi teologi yang sedikit berbeda :
“The contents of the Christian faith as set forth in orderly exposition by the Christian Community.”
Lain lagi ungkapan Stanley J. Grenz dalam “Theology for the Community of God”, ia menulis :
“Theology is primarily the articulation of a specific religious belief system itself (doctrine). But it also well personal and community life”
Semakin banyak kita mengutip, semakin ramai dan luas batasan-batasan teologi. Karena itu saya cenderung menyederhanakan teologi yaitu suatu usaha BELAJAR TENTANG ALLAH DALAM FIRMANNYA.
Pada masa lalu, dengan maraknya teologi liberal, muncul ketidak-percayaan yang mendalam di dalam subkultur Kristen terhadap teologi. Orang tidak percaya lagi para teolog. Khususnya orang-orang Pantekosta. Kaum pentecostalsmenganggap mayoritas kaum teolog justru menyebabkan gereja kering tak bersemangat, tidak beriman dan menjadi lemah karena para pendeta yang lulusan seminari teologi justru tidak bertobat, tidak lahir baru, tidak diterangi Roh Kudus dan akhirnya cara mereka menafsirkan Alkitab cenderung menyesatkan gereja.
Walter Hollenweger dalam bukunya ”The Pentecostals”mengutip bukunya Thomas Wyatt “The Birth and Growth of World-Wide Ministry”,sebagai berikut :
“It is most a well known fact that the vast majority of the theologians who preach in the pulpits of the established church have experienced neither conversion, far less biblical sanctification or endowment by the Holy Spirit.”
Walter Hollenweger juga mengakui pendeta-pendeta Pantekosta banyak yang tidak mengikuti seminari teologi tetapi memiliki iman yang hidup kepada Yesus Kristus :
“But the Pentecostal movement consists of people who have mostly been brought by pastors without theologial training, in the course of missions, to have a living faith in Jesus Christ, and have experienced a decisive converstion (repentance) and the ensuing regeneration (John 3).”
Langmead Casserly, seorang apologis Anglican, dalam bukunya “Apologetics & Evangelism”mengamati bahwa alasan umat Kristen menjadi semakin tidak percaya kepada teolog-teolog adalah karena mereka memperlihatkan pandangan skeptikisme radikal pada Alkitab dan fakta sejarah kekristenan. Para teolog, menurutnya telah mendeklarasikan kematian Allah. Para dosen seminari dan dosen-dosen Kristen di universitas-universitas malah paling vokal menyerang keabsahan Alkitab.
Sehingga dapat dimengerti mengapa banyak kaum Pantekosta merasa risih dengan teologi, karena ulah kaum teolog liberal, radikal, atau yang menamakan diri teolog modern atau semacamnya, yang telah mencemarkan teologi.
Untuk mengembalikan teologi kepada jalur sebenarnya dan memurnikan kembali teologi yang sudah rancu dengan faham liberalisme, rasionalisme, skeptikisme, sekularisme, dan lain-lain, metoda satu-satunya ialah memulihkan pendidikan teologi Kristen yang murni Alkitabiah dan yang memiliki kuasa (dunamis) Roh Kudus.
Apabila kita mengakui bahwa teologi adalah studi tentang Allah, kita paham betul bahwa Allah adalah Roh. (Yohanes 4:24). Karena itu mempelajari Allah kita memerlukan Roh Kudus. Tanpa dikuasai Roh kita tidak dapat memahami teologi yang benar.
“Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah.”
(1 Korintus 2:10).
Ilmu tentang Allah (teologi) apalagi ilmu yang dalam, yang tersembunyi, hanya dapat dipelajari kalau kita memiliki Roh Tuhan.
III.TEOLOGI PENTAKOSTA = TEOLOGI ALKITABIAH TERAPAN
Adakah suatu teologi Pentakosta? Pertanyaan ini sering diketengahkan.
Tahun-tahun yang lalu ketika saya masih Ketua Umum PGPI, beberapa kali hadir dalam pertemuan Pantekosta-Internasional dan juga di Pentecostal World Conference. Dalam banyak pertemuan gerakan Pentakosta tersebut tidak pernah diciptakan suatu jenis teologi Pentakosta. Namun saya amati, bahwa semua gereja-gereja aliran Pentakosta atau Kharismatik memiliki teologi yang bertajuk : Back to the Bible.Kembali kepada ajaran murni Alkitab. Ajaran tentang Tuhan Yesus Kristus satu-satunya Penyelamat umat manusia, Pembaptis dengan Roh Kudus, Penyembuh segala penyakit dan yang akan datang kembali sebagai Raja di atas segala raja dan Tuhan atas segala tuan.
Kembali kepada ajaran murni Alkitab berarti kita kembali kepada ajaran tentang pertobatan atau lahir kembali, ajaran baptisan dalam air, kepenuhan Roh Kudus dengan bukti berkata-kata dengan bahasa lidah, tentang kesembuhan Allahi dan kelepasan dari kuasa iblis, tentang kehidupan kudus, kehidupan iman, tentang pekabaran injil, tentang keselamatan hanya oleh penebusan darah Kristus, tentang pentingnya perkumpulan ibadah, tentang pujian dan penyembahan, tentang kedatangan Yesus keduakali, tentang membayar persepuluhan, tentang gereja mempelai Kristus, tentang karunia-karunia Roh Kudus, dll. yang kesemuanya bukanlah teologi baru tetapi sekali lagi itu adalah back to the Bible.
Apabila kita belajar teologi dalam kerangka disiplin ilmu kita tentu akan belajar tentang soteriologi, eskatologi, misiologi, sejarah gereja, dan banyak logi-logi lagi. Namun, teologi menurut pemahaman saya harus mencakup 7 prinsip mendasar, yaitu :
- Teologi harus Alkitabiah.Yaitu teologi yang sumber utamanya adalah kanonik skriptura Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Tidak boleh ditambah atau dikurangi. (Wahyu 22:18-19).
- Teologi yang diterangi Roh Kudus.Studi teologi memerlukan iluminasi Roh Kudus. Alkitab pertama-tama adalah buku spiritual, karena ditulis atas inspirasi Roh Kudus. Karena itu, perkara rohani harus diartikan secara rohani pula. (1 Korintus 2:7-16).
- Teologi yang sistematika.Pokok-pokok yang variabel diambil dari seluruh Alkitab direlasikan satu dengan yang lainnya membentuk keutuhan yang harmonis.
- Teologi juga dengan isu-isu budaya umum dan pendidikan.Termasuk masalah sosial, kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan filsafat sejarah.
- Teologi harus kontekstual dan kontemporer.Kendati teologi berhubungan hal-hal yang abadi, namun harus digunakan dalam bahasa, konsep-konsep, format pikiran yang konteksnya masa kini.
- Teologi harus menjadi ilmu yang diaplikasikan. Berarti teologi harus menjadi aktual, implementatif. Teologi harus peduli dengan dimensi-dimensi praktis, walaupun juga bukan teologi tentang hal-hal teknis. Teologi orang-orang Pentakosta ialah applied theology.
- Teologi harus dipelajari dengan pembaharuan daya nalar.Mempelajari teologi sekedar dengan kemampuan akal, dapat membosankan dan kalau menjadi jenuh, akan tidak efektif. Belajar teologi harus terlebih dulu mengalami proses pembaharuan daya nalar atau pikiran. (Roma 12:2).
IV.TEOLOGI YANG “DUNAMIS” = TEOLOGI YANG DIGERAKKAN KUASA ROH KUDUS
Teologi Alkitabiah harus menjadi teologi yang “dunamis”. Dunamis bermakna : kuasa, kekuatan, kesanggupan dan daya luar biasa. Rasul Paulus berkata :
“Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi kepada kekuatan Allah.” (1 Korintus 2:4,5).
Belajar teologi kita mendapat ilmu, mendapat pengetahuan, mendapat hikmat. Mengapa di kalangan Pantekosta teolog tidak begitu populer? Karena ternyata sekedar memiliki teologi dan menyandang gelar kesarjanaan teolog, sering membuat orang itu arogan tapi mandul pelayanan. Memiliki gelar sarjana teologi dan berkhotbah dengan istilah-istilah keren, namun jemaat mengantuk mendengarnya. Pandai berdebat, tetapi tidak mampu memenangkan jiwa-jiwa. Mengetahui berbagai dimensi ketuhanan, tetapi gagal mengusir iblis. Sanggup banyak baca buku, namun malas berdoa dan berpuasa.
Karena itu, kita harus kembali ke proses belajar teologi yang benar, agar teologi digemari dan digrandrungi. Teologi Pentakosta harus bukan sekedar teologi ilmu Alkitab, tetapi lebih dari itu harus dapat dipelajari sebagai suatu teologi Alkitabiah yang hidup, yang penuh kuasa, yang dunamis. Suatu teologi yang mendapat pengurapan Roh Kudus. Suatu teologi terapan yang bersemangat.
Orang-orang Pantekosta musti belajar teologi dari dosen-dosen yang mengetahui dan meyakini teologi sebagai sesuatu ilmu Allahi dan yang penuh dengan Roh Kudus. Seperti apa yang dipraktekkan di sekolah-sekolah Alkitab Pantekosta, pengajar dan siswa harus bergumul dalam doa dan bahkan berpuasa. Para dosen dan mahasiswa harus terus berdoa agar baik dalam memberi kuliah maupun yang ketika menerima pelajaran berada dalam alam penerangan Roh Kudus. Kalau hanya sekedar belajar teologi, dewasa ini STT-STT menjamur. Orang yang memiliki gelar-gelar teologi makin banyak. Bahkan ada lembaga pendidikan teologi yang ”murah-meriah” memberikan gelar.
Tetapi memahami teologi dunamis berarti belajar teologi Alkitabiah yang berdinamika spiritual sekaligus berdimensi intelektual.
Para teolog gerakan Pentakosta harus lebih pro-aktif memberi kesaksian bahwa teologi Alkitabiah kita adalah teologi terapan yang hidup, yang spiritualistis, yang dapat mempengaruhi pendidikan teologi yang suam untuk bangkit dan hidup. Seperti ditulis oleh pakar peneliti kepentakostaan Walter J. Hollenweger dalam bukunya yang tebal “Pentecostalism, Origins and Developments World Wide”,sbb :
“Since Pentecostalism is now at a turning point, it can release its potential in several areas. For example, it can help the sleepy theological-facultaties and theological colleges (particularly in Europe) once again to become places where religion is not only discussed but lived and analyzed, where thinking and prayer are complementary; where oral theological scholarship and homeletics is discovered and tested; where the prison of prepositional theology (and liturgy) and of Western jargon is broken up:…”
V.LONJAKAN IPTEK HARUS DIBARENGI LIMPAHAN ILUMINASI ALKITAB
Kita sudah berada di awal abad XXI. Pada akhir abad yang lalu dunia mengalami lompatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang luar biasa. Dengan super highway informationmelalui internet, kita sekarang berada dalam kehidupan lompatan teknologi yang dijuluki cyberspace.
Lompatan teknologi akhir abad XX dapat dilihat dengan keberhasilan roket mendarat di planet Mars dan pengkloningan domba di Skotlandia. Sehingga ada ilmuwan yang sudah berani berkata :
“Today a lamb, tommorrow the shepherd”
Kalau dunia iptek telah mendemonstrasikan kemajuannya yang dahsyat, bagaimana dengan ilmu yang menelaah tentang Allah dan FirmanNya, tentang Kasih dan KuasaNya?.
Sebagian teologi gereja-gereja Pantekosta berbasis pada bukunya W.H. Offiler : “God And His Bible or The Harmonies of Divine Relevation” yang dicetak pada tahun 1946, tetapi sudah diajarkan sejak Sekolah Alkitab di Surabaya tahun 1935. Dalam bukunya itu kita dapat mempelajari hasil iluminasi Roh Kudus yang membuahkan terungkapnya rahasia-rahasia Alkitab yang berjumlah sekitar 90 pokok pelajaran, antara lain : Peta Zaman, Penyingkiran Gereja, 144.000, Minggunya Tuhan, Kedatangan Tuhan Yesus Kedua Kali, Rahasia Besar dan banyak lagi.
Luar biasa iluminasi yang diperoleh Pastor W.H. Offiler. Tetapi tahukan berapa tahun ia bergumul mempelajari Alkitab dengan doa puasa? Saya kutip pengakuan beliau dalam kata pengantar buku tersebut.
“The following course of Bible Study is the result of almost fifty years of deep, intense study of the Bible. It is the result not only of much meditation and holy thought, but of fasting and prayer, in waiting on God”.
Bukunya itu luar biasa! Suatu hasil dari studi Alkitab hampir limapuluh tahun dengan doa puasa serta berdiam diri menunggu Tuhan.
Kita juga mengenal nama-nama seperti W.W. Peterson, F.G. Van Gessel, Kevin Conner, dll yang merupakan sosok-sosok yang Tuhan karuniakan iluminasi yang luar biasa tentang rahasia Alkitab.
Bagaimana dengan kita sekarang. Ada orang-orang yang cuma belajar teologi beberapa bulan, sudah mengaku terima pewahyuan dari Allah. Atau baru kuliah off-campusbeberapa minggu sudah membanggakan gelar kesarjanaannya yang dibayar dengan uang, bukan melalui proses belajar yang sungguh.
Kita berharap agar para pendeta Pentakosta memohon iluminasi (penerangan) Rahasia Alkitab yang berlimpah pada zaman ini. Apabila puluhan tahun lalu Roh Kudus mengaruniakan penerangan Alkitab yang luar biasa kepada Pendeta Offiler, Pendeta van Gessel, dll, atau pada para pendeta di Amerika saja, bagaimana di Indonesia? Apakah Tuhan hanya menerangi luar biasa pada masa lalu? Saya yakin Roh Kudus justru berkarya luar biasa dahsyat zaman ini.
Kalau Tuhan izinkan terjadi lompatan iptek yang dahsyat pada zaman ini, saya percaya Tuhan juga akan membukakan tirai-tirai rahasia dari rencana Allah bagi gerejanya di zaman ini. Namun harganya harus berani kita membayarnya seperti pengalaman pastor W.H. Offiler.
Karena itu sungguh indah apabila kita belajar teologi secara benar sekarang. Waktu-waktu ini saya yakin akan terjadi lonjakan dahsyat pengetahuan tentang rahasia Allah oleh iluminasi Roh Kudus yang berkarya ajaib dua atau tiga kali ganda di zaman ini.
Karena itu, sangat memalukan kalau ada hamba Tuhan Pantekosta hanya belajar teologi beberapa bulan lalu bangga sekali dengan predikat sarjana, master atau doktor., padahal kalau dia berbicara, berkhotbah atau mengajar, orang menilai biasa-biasa saja. Padahal Teologi Alkitabiah justru sesuatu yang luar biasa!
VI. PELAJAR TEOLOGI SEUMUR HIDUP
Belajar Teologi Alkitabiah bukanlah sekedar belajar suatu disiplin Ilmu, atau belajar sekedar teologi Biblika, tetapi lebih dari itu kita belajar dari ”Ilmu Tuhan”, belajar dari ”Buku Allah”, tetapi lebih dari itu lagi kita sebenarnya sedang belajar dari ”Pribadi Allah”. Dari pikiranNya, rencanaNya, karyaNya, hidupNya, karakterNya, kuasaNya, keberadaanNya, dan banyak lagi. Dan ”Pribadi Allah” adalah sesuatu yang tak terbatas oleh ruang dan waktu. Tuhan itu mahabesar, mahakuasa, mahahadir, dan mahatahu. Tuhan adalah satu-satunya unsur yang mahasempurna di alam semesta raya ini.
Belajar Teologi jauh berbeda dari proses belajar yang lazim kita kenal. Kita bukan sekedar mempelajari, kita mengenal pribadi Allah, bergaul, berdialog dan hidup intim dengan Dia.
Belajar Teologi adalah proses belajar sekaligus penerapannya seumur hidup. Kita bukan saja serius belajar tetapi yang lebih penting lagi; sungguh-sungguh menerapkannya dalam seluruh dimensi hidup kita dan di sepanjang umur hidup kita.
Seorang insinyur bisa tetap menyandang gelar keinsinyurannya walaupun sehari-hari berpraktik sebagai seorang pebisnis. Seorang dokter bisa tetap memakai gelar dokternya, kendati pekerjaannya bukan dengan pasien yang sakit. Saya mengenal beberapa tamatan akademik yang akhirnya menjadi sales-man, dll. Tetapi tidak demikian bagi lulusan Sekolah Alkitab dan Seminari Teologi di kalangan Kristen Pantekosta.
Seorang teolog, harus seumur hidup menjadi teolog dan terus menerus menerapkan apa yang dipelajarinya dalam hidupnya, dalam keluarganya, dalam pelayanannya, dalam pekerjaannya, dalam semua facet kepribadiannya dan aktivitasnya.
Sekali kita belajar Alkitab, kita akan terus belajar mengenal Allah, mengenal Yesus, mengenal Roh Kudus. Dan pelajarannya seperti tidak akan pernah berakhir, sampai seperti kata Rasul Paulus :
”Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.” (I Korintus 13:12b)
VII.PENUTUP
Studi teologi atau belajar Alkitab adalah sesuatu yang luhur, ajaib, indah dan suci. Apapun kerangka acuannya, sistematikanya, metodanya, Alkitab adalah Alkitab, Buku yang agung, kudus, hidup dan kekal, kitab yang adalah firman Allah. Suatu kehormatan bila Tuhan memberi kita kesempatan mempelajarinya, dan berbagi kepada orang lain apa yang telah kita pelajari.
Teologi apapun rumusannya, sepanjang ia berada dalam konteks Alkitab firman Allah, ia adalah ilmu yang layak dan wajib dipelajari. Sepanjang ia adalah teologi yang Alkitabiah, yang Biblical, ia harus menjadi teologi terapan yang powerful, yang dapat menghasilkan perubahan-perubahan signifikan pada orang yang percaya bahkan menciptakan mujizat-mujizat.
Pada akhirnya saya kembali mengutip Pastor W.H. Offiler dalam bukunya “God and His Bible or the Harmonies of Divine Revelation” :
“The age draws to its close, the ‘Time of the End’ is upon us. If ever we needed to know and understand the Word of God, it is NOW.
The consumation is at hand, the Book must be opened, as its seals are broken.
The church must know the eternal truth that bas been written, as its fulfilments burst upon us. The time is at hand, Study the Word of God”.
Dewasa ini kita hidup dan melayani di suatu zaman mutakhir yang luar biasa. Ilmu Pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat sekali, mempesonakan. Perubahan dengan gelombang-gelombang yang cepat menerpa planet bumi ini dengan cara-cara memukau.
Alkitab juga sedang dalam tahapan penggenapannya yang akhir dan sempurna, serta sangat menakjubkan. Puji Tuhan! Karena itu saya mendorong kita semua : Teruskan studi Firman Allah, karena seluruh penggenapannya sudah di ambang pintu. Dan sebagai orang-orang Pentakosta dan Kharismatik kita buktikan bahwa teologi yang kita pelajari bukanlah suatu ilmu biasa, tetapi suatu teologi yang berkemampuan mengubah manusia, yang berkuasa mentransformasi suatu komunitas, teologi yang sanggup mengubah nasib suatu bangsa bahkan teologi yang sangat mampu mengaruniakan keselamatan kepada umat manusia.
KEPUSTAKAAN :
- Millard, J. Erickson, “Christian Theology”, Baker Books, 1985.
- J. Rodman Williams, “Renewal Theology”, Academic Books, 1988.
- Stanley J. Grenz, “Theology for the Community of God”, The Patternoster Press, 1994.
- Kevin J. Conner, “The Foundations of Christian Doctrine”, Acacia Press Pty, Blackburn Victoria, 1980
- Kevin J. Conner & Ken Malmin, “Interpreting The Scriptures”, Bible Press, Portland 1983.
- Walter J. Hollenweger, “Pentecostals”, Hendrickson Publisher, 1997.
- Walter J. Hollenweger, “Pentecostalism Origins and Developments World Wide”, Hendrickson Publisher, 1997
- W.H. Offiler, “God and His Bible or The Harmonies of Divine Revelation”. Bethel Temple Inc. Seattle, Wash, 1946.
- J.V. Langmead Casserly, “Apologetics & Evangelism”, Westmenster, Louisville, 1970.
Penulis : Pdt. M.D. Wakkary adalah Ketua Umum DPI/PGPI 1988 – 2003, dan kini melayani sebagai Gembala Sidang Jemaat GPdI Maranatha di kota Medan, guru dan dosen beberapa sekolah teologi serta merangkap Ketua I Majelis Pusat GPdI.